Pada masa lalu, terdapat seorang pemuda yang diliputi kekuatan magis yang luar biasa. Salah satu keahliannya adalah mampu mengubah penampilannya dari yang tampan menjadi kurang mengenakkan, bau, dan agak membuat siapapun yang melihatnya jijik.
Namun, yang terpenting, ia melakukan hal ini bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk menguji pandangan manusia yang seringkali hanya memandang dari sisi fisik, tidak dari batin yang sejati.
Suatu hari, pemuda ini, yang kemudian dikenal sebagai "Bujang Kurap," datang ke Desa Karang Panggung yang sedang merayakan pesta rakyat, dengan penampilannya yang penuh penyakit kurap. Namun, alih-alih disambut dengan hangat, dia malah dijauhi dan diusir oleh penduduk desa tersebut. Ya wajarlah, mana ada orang yang mau mendekat ke orang yang kurapan kan?
Bujang Kurap menunduk sedih. Dalam kesedihannya itu, Bujang Kurap bertemu dengan seorang nenek bernama Nenek Bengkuang. Nenek Bengkuang mengajak Bujang Kurap ke rumahnya. Nenek Bengkuang tidak memiliki persediaan makanan, sehingga tidak enak karena tidak dapat menghidangkan apapun untuk Bujang Kurap. Namun dengan kekuatannya, Bujang Kurap menciptakan hidangan lezat untuk mereka santap berdua.
Nenek Bengkuang menatap Bujang Kurap dengan perasaan haru. Begitu juga sebaliknya. Padahal Nenek Bengkuang tidak mengenalnya, tapi sang Nenek tetap berbuat baik dan tidak merasa jijik. Sementara Nenek Bengkuang merasa tidak menyangka, kalau dirinya bisa menyantap makanan enak yang sudah lama tidak pernah dicipinya lagi.
Bujang Kurap dan Nenek Bengkuang pun menyantap semua yang sudah disuguhkan oleh Bujang Kurap di hadapan mereka itu.
Setelah bersantap, Bujang Kurap membuatkan sebuah rakit dengan kesaktiannya, sebagai ungkapan terima kasih kepada Nenek Bengkuang, sembari pamit pergi untuk pergi ke tempat pesta rakyat yang tadi.
Namun, ketika ia kembali ke tempat pesta itu, dia masih diolok-olok dan diusir oleh warga. Dengan penuh keberanian, Bujang Kurap mengajukan tantangan kepada warga dengan meletakkan tujuh buah lidi di tanah dan ia berjanji akan pergi jika warga berhasil mencabutnya.
Para warga tertawa dan meremehkan hal itu. Satu persatu warga pun maju mencoba mencabutnya. Baik itu anak kecil, remaja, orang dewasa, laki-laki, perempuan, orang berotot, sampai orang gembrot. Namun, usaha warga selalu sia-sia, bahkan setelah berulang kali mencoba tetap tak mampu mencabutnya.
Akhirnya, para warga menyerah. Salah satu warga pun berkata, "Hai, Kisanak! Kami menyerah, sekarang giliranmu mencabutnya, aku yakin kau pun tak mampu!"
Bujang Kurap menghela napas karena mendengar kesombongan orang itu. Lalu Bujang Kurap mendekati lidi itu, dan dia dengan mudah mencabut lidi tersebut. Setelah itu, tiba-tiba air muncul dari bekas lidi yang dicabut oleh Bujang Kurap tadi, dan mulai membanjiri desa. Inilah yang kemudian menjadi asal mula terbentuknya Danau Rayo.
Para warga tampak kewalahan. Tiba-tiba Nenek Bengkuang muncul menggunakan rakit. Beberapa warga berhasil diselamatkan dengan naik rakit yang dibuat oleh Bujang Kurap, sementara beberapa warga yang sombong tadi hanyut terbawa arus luapan air. Bujang Kurap sendiri menghilang entah ke mana, dan tak ada seorang pun yang tau. Ada yang bilang Bujang Kurap pergi ke Lubuklinggau untuk mencari Silampari, seorang putri yang hilang.
Kisah ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya menghormati dan tidak menilai orang dari penampilan fisik semata, melainkan dari kebaikan hati yang sejati. Danau Rayo, yang dulunya Desa Karang Panggung, kini menjadi daya tarik wisata yang mempesona dengan keindahan alamnya.
Semoga cerita ini dapat memberikan inspirasi bagi kita semua! Terima kasih atas perhatian yang diberikan!
Post a Comment